Senin, 26 Oktober 2009

UKHTI....SAYA CEMBURU....


Tak dapat dipungkiri lagi, pada era globalisasi dan modernisasi ini beberapa dari kita tidak bisa lepas dari derasnya arus dua hal tersebut. Salah satu produk dari modernisasi adalah jaringan global bernama internet. Ya, sekarang siapa sih yang gak kenal dengan makhluk yang satu ini, bahkan dalam sebuah iklan layanan masyarakat ,pemerintah mulai menggembar-gemborkan program internet masuk sekolah, sampai kepelosok desa, tak lain dengan tujuan agar masyarakat kita “melek dunia”. Sekarang, sangatlah mudah bagi kita untuk menimati jaringan internet. Yang berbayar, dari mulai warnet, berlangganan pada ISP, berlangganan pada provider kartu seluler, hingga cukup memanfaatkan hape sebagai sarana browsing. Yang 100% gratis, dari mulai layanan hotspot di kampus-kampus, cafe, mall, sampai akses internet pedesaan yang berasal dari bantuan luar negeri.

Arus informasi dengan deras kita tampung dan rekam dalam memori otak kita. Akan tetapi, seperti layaknya sebuah teknologi buatan manusia, ada dua sisi berlainan berkenaan dengan dampak yang ditimbulkannya. Memang semua tergantung pada si pemakainya, apakah digunakan untuk kemaslahatan atau sebagai sarana yang malah memudharatkan. Bagi pecinta pornografi, internet layaknya sebuah gudang yang tak terbatas bagi materi yang berbau syahwat yang satu ini. Namun internet juga menjadi pemuas dahaga yang sejuk bagi para penuntut ilmu yang haus akan suguhan materi penenang ruhani.

Salah satu manfaat yang lain dari “dunia maya” ini adalah sebagai sarana untuk mengaktualisasikan diri. Baik itu fenomena blogging yang sedang marak, berkumpul dalam wadah forum tertentu, maupun hanya bergabung dalam jejaring sosial dengan nama friendster, myspace, facebook dan semisalnya. Tak hanya dari kalangan awwam, para aktivis dakwah dan penuntut ilmu pun tak luput untuk memanfaatkan fasilitas-fasilitas gratis seperti ini. Sebagai sarana dakwah atau hanya sebagai pengerat tali ukhuwah. Namun sangat disayangkan, apabila cara mereka dalam mengaktualisasikan diri secara tidak sadar (karena mudah-mudahan tidak disengaja) telah melanggar koridor-koridor syar’i.

Ok, fokus pembahasan kita kali ini akan penulis kerucutkan menjadi satu permasalahan, yaitu pemasangan gambar diri di internet. Dan sesuai dengan judul, subyeknya adalah para akhwat. Namun materi dalam pembahasan dan hukum didalamnya juga bisa dikenakan pada para ikhwan. Mengapa hanya akhwat/muslimah yang menjadi subyek pembahasan? Sebagai seorang pelaku dan pengguna jasa pengaktualisasian diri seperti yang tersebut diatas tadi, penulis begitu prihatin dengan keadaan beberapa akhwat yang dari zhahirnya bisa kita tebak kualitas pemahaman agamanya. Dimana seharusnya mereka menjadi teladan bagi kaum muslimah yang belum terjamah oleh dakwah, justru mereka malah menjadi salah satu dari sumber –yang kalau tidak belebihan disebut- fitnah. Dan karena fitnah mereka adalah lebih besar daripada ikhwan/ laki-laki.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اْلمَرْأَةُ عَوْرَةٌ ، فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ

“Sesungguhnya wanita adalah aurat. Maka, apabila ia keluar, syetan akan menghias-hiasinya di mata laki-laki.” (HR. at-Tirmidzi, dishahihkan oleh al-Albani).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ .

“Tidaklah aku tinggalkan satu fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnah wanita.” (Muttafaq ‘alaih)

Ya, cara mereka mengaktualisasikan diri dengan memasang potret diri telah menjadi suatu fenomena yang membuat hati penulis miris. Dan tulisan ini, mudah-mudahan menjadi sebuah sarana nasehat-menasehati dengan tujuan tidak lain hanya untuk meraih ketaqwaan dan ridho Allah semata.

Secara personal, mungkin sebagian dari kita telah mencoba memberikan nasehat kepada para subyek yang kita bahas ini. Namun, karena fenomena ini sudah terlanjur menjadi suatu hal yang lumrah. Maka ada baiknya dibuat suatu tulisan mengenai fenomena ini, sekali lagi dengan tujuan nasehat-menasehati. Bukan pula tulisan ini dibuat untuk mengekang kebebasan berekspresi maupun wujud rasa benci terhadap para pelakunya. Bahkan karena rasa cinta kepada saudari seiman dan usaha pengingkaran dari perbuatan yang diharamkan.

Hukum Gambar/Foto diri

Meskipun fokus pembahasan kita bukanlah pada masalah ini, namun sangat tidak layak apabila penulis tidak menampilkan bahasan yang terkait pada permasalahan ini, yang tentu saja sangat penting dan menjadikannya sebagai salah satu hujjah. Beberapa hadits yang menunjukkan haramnya gambar makhluk bernyawa antara lain:

1. Dari ‘A’isyah radhiyallahu’anha bahwasannya ia membeli bantal kecil yang ada gambar-gambarnya. Ketika Rasulullah melihatnya beliau berdiri di pintu tidak mau masuk. Maka ‘A’isyah mengetahui ada tanda kebencian di muka Rasulullah. Lalu ia pun berkata: “Ya Rasulullah, aku bertaubat kepada Allah dan Rasul-Nya, dosa apakah yang telah kuperbuat?” Rasulullah menjawab: “Bagaimana halnya bantal itu?” ‘A’isyah menjawab: “Saya membelinya agar engkau duduk dan bersandar di atasnya.” Kata Rasulullah (artinya): “Sesungguhnya orang-orang yang membuat gambar-gambar ini akan disiksa pada hari kiamat dan akan dikatakan kepada mereka: “Hidupkanlah gambar-gambar yang kalian buat itu!” Kemudian beliau bersabda (artinya): “Sesungguhnya rumah yang ada gambar-gambar (yang bernyawa -pent) di dalamnya tidak akan dimasuki malaikat.” (Muttafaqun ‘alaih)
2. Sabda Rasulullah pula (yang artinya): “Manusia yang paling pedih siksanya di hari kiamat ialah yang meniru ciptaan Allah. Sedangkan para pelukis dan penggambar adalah orang-orang yang meniru ciptaan Allah.” (Muttafaqun ‘alaih)
3. “Bahwasannya Nabi ketika melihat gambar-gambar di rumah, beliau tidak mau masuk sebelum gambar itu dihapus.” (HR. Al-Bukhariy)

Fatwa para ulama ahlussunnah juga sudah jelas dan gamblang, bahwa berdasarkan keumuman hadits diatas mereka sepakat mengharamkan gambar makhluk bernyawa. Silahkan sidang pembaca merujuk kepada fatwa-fatwa ulama yang sudah diakui keilmuannya.

Apa alasan memajang foto di internet?

Penulis sebisa mungkin membuang prasangka buruk terhadap saudarinya seiman atas apa yang dilakukan mereka, karena tingkatan ukhuwah paling rendah adalah bebasnya hati kita dari su’udzon terhadap saudara/i-nya. Penulis sadar bahwa pemasangan foto para akhwat tersebut di internet bukanlah dimaksudkan untuk menampilkan paras ayu mereka, menjadikan dirinya terkenal, atau menarik para ikhwan agar mengajukan proposal ta’aruf. Sangatlah tidak mungkin para akhwat yang telah ditempa dengan dakwah dan terselimuti oleh ilmu mempunyai tujuan-tujuan yang demikian. Lalu apa yang menyebabkan mereka berbuat seperti itu? Alasan yang paling logis dan mungkin yang hampir disepakati semua orang adalah sebagai sarana untuk mempererat ukhuwah, karena kita tahu bahwa ukhuwah dimulai dari saling mengenal, kemudian saling memahami, saling menolong dan saling sepenanggungan.

Dengan adanya foto maka tujuan untuk saling mengenal dalam rangka menjalin ukhuwah akan lebih mudah. Bahkan, hal tersebut juga bisa memudahkan teman/saudara yang telah lama tidak kita jumpai untuk mengenalinya. Mungkin pula mereka ingin memberikan contoh (berdakwah) dalam tata cara berpakaian muslimah yang sesuai syari’at. Dan beragam alasan lainnya yang tentu saja bertujuan baik. Namun saudariku, suatu kebaikan tidaklah dapat dicapai dengan cara-cara yang bathil. Seperti yang telah dikatakan oleh Abdulah bin Mas’ud radyillahu’anhu ketika mengingkari pelaku dzikir yang menghitung dengan batu-batu kecil (yang mereka anggap sebagai suatu kebaikan), beliau radhiyallahu’ahu berkata: “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tapi mereka tidak dapat meraihnya”. Bukankah tanpa memajang foto, ukhuwah bisa tetap tegak dan dakwah tetap bisa berjalan? Kalaulah saudari kita ingin mengenal lebih dekat dengan mengetahui sosok saudarinya yang lain, bukankah kita bisa mengadakan janjian untuk saling bertemu.

Bahaya Foto Akhwat di Internet

Sekarang mari kita ulas, bagaimana fenomena akhwat yang “nampang” di internet ini bisa menjadi suatu sumber fitnah baik bagi diri sang akhwat sendiri maupun bagi orang lain yang kebetulan sedang melihatnya.

Pertama, kita tentu sadar internet adalah ruang publik yang bisa dimanfaatkan semua orang hampir tanpa batasan. Dan diantara orang-orang tersebut pastilah terdapat orang yang ingin berbuat zhalim. Dengan teknologi sekarang ini, betapa mudahnya setiap orang memanipulasi sebuah gambar menjadi apa yang dinginkan si manipulator. Dengan memasang foto diri di internet, maka hal tersebut membuka peluang orang-orang zhalim yang tentu saja tanpa izin terlebih dahulu meng-grab foto kita kemudian memanipulasi/mengubah sedemikian rupa menurut keinginannya. Bayangkan saja, suatu ketika kita melihat foto diri sang akhwat dari atas berbalutkan jilbab (pakaian muslimah) tetapi bagian bawah dimanipulasi sehingga seakan-akan telanjang ataupun setengah telanjang. Na’udzubillah…..

Kedua, akhwat (aktivis dakwah) adalah tauladan bagi muslimah yang belum tersentuh dakwah . Namun apa jadinya jika para ujung tombak dakwah bagi teman-teman terdekatnya melakukan suatu hal yang tidak sepatutnya dilakukan oleh seseorang yang notabene telah bertitel “akhwat”. Saat muslimah yang awwam, terlihat fotonya yang bak foto model sebuah majalah remaja mejeng di blog-blog maupun profil jejaring dunia maya mereka hal tersebut bisa kita maklumi dan menjadi hal yang lumrah. Namun apa jadinya kalo seandainya kita berikan suatu nasehat agar tidak melakukan hal itu, karena bisa menjadi suatu fitnah, kemudian mereka berkilah, “lha wong si fulanah yang aktivis dakwah itu aja juga melakukan hal yang sama kok, apalagi saya yang masih jauh dari nilai-nilai agama”. Dan menganggap bahwa hal tersebut tidaklah bertentangan dengan dalih orang yang paham agama pun melakukannya jua.

Ketiga, tak pelak lagi wajah ayu dan sebuah profil yang terkesan sholeha menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum adam. Maka berlomba-lomba-lah mereka untuk menjadi teman, sahabat, atau dalih menjalin ukhuwah yang padahal terkadang hanya didasari sebuah keinginan untuk memiliki sosok ayu nan sholeha tersebut. Sehingga semakin menjadikan para ikhwan yang di hatinya terdapat penyakit menjadi semakin terjerumus dalam asyiknya pertemanan ala ikhwan-akhwat. Dari sisi ini pertama sang pelaku sudah melanggar atau lebih tepatnya tidak mendukung usaha para ikhwani untuk mengamalkan salah satu firman Allah ta’ala:

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.(An-nuur: 30)

Dalam sebuah hadits diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau pernah bersabda kepada Ali radhiyallahu’anhu. “Artinya : Wahai Ali, janganlah engkau susul pandangan dengan pandangan lagi, karena yang pertama menjadi bagianmu dan yang kedua bukan lagi menjadi bagianmu (dosa atasmu)”. [Hadits Riwayat Ahmad, At-Tirmidzi dan Abu Daud]

Dalam hadits lain disebutkan. “Artinya : Pandangan mata itu laksana anak panah beracun dari berbagai macam anak panah iblis. Barangsiapa menahan pandangannya dari keindahan-keindahan wanita, maka Allah mewariskan kelezatan di dalam hatinya, yang akan dia dapatkan hingga hari dia bertemu dengan-Nya”.

Wahai saudariku, maukah engkau menjadi salah satu penghalang bagi saudaramu didalam menegakkan syari’at agama ini?sisi kedua mereka juga telah melanggar perintah Allah dalam surat yang sama pada ayat berikutnya:

Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung (An-Nuur: 31)

Pembahasan ini ada dalam bahaya selanjutnya dibawah ini, yang saya kutipkan dari muslimah.or.id.

Keempat, akhwat yang menampakkan foto dirinya di internet telah melanggar larangan untuk tidak tabarruj dan sufur. Tabarruj artinya seorang wanita menampakkan sebagian anggota tubuhnya atau perhiasannya di hadapan laki-laki asing. Sedangkan Sufur adalah seorang wanita menampak-nampakkan wajah di hadapan lelaki lain. Oleh karena itu Tabarruj lebih umum cakupannya daripada sufur, karena mencakup wajah dan anggota tubuh lainnya.

Tabarruj diharamkan dalam syariat berdasarkan ayat al-Qur’an dan juga hadits, antara lain:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الجَاهِلِيَّةِ الأُولَى

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33)

وَالقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ وَأَنْ يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nuur: 60)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا»

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada dua kelompok penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang memukuli orang-orang dengannya dan para wanita yang berbaju tapi mereka telanjang, berlenggak lenggok kepala meeka bagaikan punuk unta yang bergoyang. Wanita-wanita itu tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya padahal bau surga bisa tercium sejauh sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 3971 & 5098)

Dan kaum musliminpun telah sepakat akan haramnya tabarruj sebagaimana yang dituturkan oleh Al-Imam Ash-Shan’ani dalam kitabnya “Minhatul Ghaffar ‘Ala Dlauin Nahar” . (4/2011-2012)

Tabarruj memiliki berbagai macam bentuk seperti:

* Menampakkan sebagian anggota tubuhnya di hadapan laki-laki lain.
* Menampakkan perhiasan termasuk di dalamnya pakaian yang ada di balik jilbab.
* Berjalan berlenggak-lenggok di hadapan lelaki lain.
* Memukul kaki untuk menampakkan perhiasan yang dipakainya.
* Melembutkan ucapan di hadapan laki-laki lain.
* Bercampur baur dengan kaum laki-laki, bersentuhan dengan mereka, berjabatan tangan dan berdesak-desakan di tempat atau angkutan umum.

Bagi seorang wanita hendaklah ia meniru apa yang dilakukan oleh anak perempuan nabi Syu’aib sebagaimana yang diceritakan oleh Allah dalam ayat-Nya:

فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ

“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan.” (QS. Al-Qashash: 25)

Berkenaan dengan ayat ini Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Dia datang dengan berjalan penuh malu seraya menutup wajahnya dengan bajunya. Dia bukanlah wanita yang tidak punya malu (banyak omong dan berani dengan lawan jenis), tidak pula seorang wanita yang suka keluar masuk rumah.” (Tafsir Ibnu Katsir dengan sanad yang shahih: 3/384)

Semua berawal dari pandangan

Berkata Ibnul Qayyim Al Jauziyah, pandangan adalah suatu dorongan yang muncul pertama kali ketika seseorang melihat sesuatu. Apabila dorongan tersebut jelek, itu adalah dorongan syahwat. Menjaga pandangan merupakan benteng dari kemaluan. Siapa yang sengaja melepaskan pandangan, sama artinya menuntun dirinya kepada kebinasaan.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau pernah bersabda kepada Ali radhiyallahu’anhu. “Artinya : Wahai Ali, janganlah engkau susul pandangan dengan pandangan lagi, karena yang pertama menjadi bagianmu dan yang kedua bukan lagi menjadi bagianmu (dosa atasmu)”. [Hadits Riwayat Ahmad, At-Tirmidzi dan Abu Daud]

Kalau anda kebetulan melihat wanita, lihatlah hanya sepintas saja. Jangan diulangi lagi karena pandangan yang kedua bukan milik anda.

Rasulullah shallallahu’alaihi was sallam bersabda “Artinya : Pandangan mata itu laksana anak panah beracun dari berbagai macam anak panah iblis. Barangsiapa menahan pandangannya dari keindahan-keindahan wanita, maka Allah mewariskan kelezatan di dalam hatinya, yang akan dia dapatkan hingga hari dia bertemu dengan-Nya”.

Pandangan merupakan awal kejadian buruk yang menimpa manusia. Pandangan dapat melahirkan perasaan dan perasaan akan melahirkan pikiran yang kenudian syahwat, yaitu syahwat untuk melampiaskan keinginan, lalu terjadilah perbuatan. Selama tidak ada yang menghalangi, perbuatan itu terjadi secara berulang-ulang hingga menjelma menjadi penyakit.

Dalam hal ini dikatakan, “sabar memejamkan pandangan akan lebih ringan akibatnya daripada sabar terhadap rasa pedih sesudahnya (sesudah membiarkan pandangan lepas)

Dikatakan oleh penyair;

Semua kejadian permulaannya adalah pandangan.

Besarnya api karena (bermula) dari percikan kecil.

Berapa banyak pandangan mengenai hati pemiliknya.

Seperti mengenanya anak panah atau busur dengan talinya.

Pandangan mata akan berhenti pada perasaan dan bayangan.

Mudah cara mengatakan, suaranya tidak berbahaya.

Tiada sambutan menyenangkan, ia kembali membawa bencana

(ad-Da’ wa Ad-Dawa’)

Nah, saudariku yang mudah-mudahan dirahmati Allah. Maukah engkau menjadi pintu awal terjadinya fitnah sebuah pandangan? Tentu tidak bukan?

Lalu dimana ‘Iffah dan Haya’ ?

Saudariku yang saya hormati, tentu saudari sudah mengetahui kewajiban dan keutaman berhijab. Dan tentu saudariku juga berusaha semaksimal mungkin untuk mengamalkan setiap makna dan keutamaannya. Penulis tidak akan menyangsikan lagi, pemahaman saudariku akan hal itu.

Namun saudariku, apabila engkau menampakkan gambar dirimu di internet lalu dimanakah esensi hijab sebagai al Haya’ (rasa malu). Sebagai seorang muslimah sejati, tentulah saudariku akan berpikir ribuan kali untuk melakukan hal yang demikian. Padahal Rasullullah Shallallahu’alaih wa sallam bersabda yang artinya: “Sesungguhnya setiap agama itu memiliki akhlaq dan akhlaq Islam adalah malu” sabda beliau yang lain; “Malu adalah bagian dari Iman dan Iman tempatnya di Surga”.

Allah Azza wa Jalla juga menjadikan kewajiban berhijab sebagai tanda ‘Iffah (menahan diri dari maksiat) dalam firman-Nya;

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al Ahzab: 59)

Itu karena mereka menutupi tubuh mereka untuk menghindari dan menahan diri dari perbuatan jelek (dosa), karena itu “mereka tidak diganggu”. Maka orang-orang fasik tidak akan mengganggu mereka. Dan pada firman Allah “karena itu mereka tidak diganggu” sebagai isyarat bahwa mengetahui keindahan tubuh wanita adalah suatu bentuk gangguan baerupa fitnah dan kejahatan bagi mereka.

Ukhty saya cemburu…….

“Ghirah (Cemburu)” adalah benteng pelindung yang menjaga kehormatan seorang wanita, menahannya untuk tidak melepas hijabnya, menampakkan aurat di hadapan umum atau bercampur baur dengan kaum laki-laki. Ghirah adalah sikap yang harus selalu melekat pada diri setiap kita baik sebagai orang tua, anak, pendidik ataupun saudara sesama muslim yang akan selalu menegakkan amar makruf nahi mungkar, menasihati saudara-saudara muslimah kita untuk selalu beriltizam dengan aturan Allah dalam berpakaian, bersikap, bertutur kata dan bergaul. Hanya dengan inilah -setelah taufik dari Allah- yang bisa menyelamatkan wanita dari godaan setan, tipu daya musuh-musuh Islam yang menjadikan mereka sebagai wasilah untuk menghancurkan agama ini, dan menyelamatkan mereka dari jurang kehinaan dan kenistaan, menjaga mereka dari neraka dan murka serta siksaan dari Allah.

Hijab juga selaras dengan perasaan cemburu yang merupakan fitrah seorang laki-laki sempurna yang tidak senang dengan pandangan-pandangan khianat yang tertuju pada Istri dan anak perempuannya. Berapa banyak peperangan yang terjadi pada masa Jahillyah dan Masa Islam akibat cemburu atas wanita dan untuk menjaga kehormatannya. Ali radhiyallahu’anhu berkata; “Telah sampai kepadaku bahwa wanita-wanita kalian berdesakan dengan lelaki kafir orang ‘ajam (non arab) di pasar-pasar. Tidakkah kalian merasa cemburu? Sesungguhnya tidak ada kebaikan pada seseorang yang tidak memiliki rasa cemburu”.

Cemburu dengan aturan Allah adalah sesuatu yang terpuji dalam Islam dan salah satu jihad yang disyariatkan. Dalam sebuah hadits disebutkan:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ اللَّهَ يَغَارُ وَإِنَّ الْمُؤْمِنَ يَغَارُ وَغَيْرَةُ اللَّهِ أَنْ يَأْتِيَ الْمُؤْمِنُ مَا حَرَّمَ عَلَيْهِ»

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah itu cemburu dan sesungguhnya seorang mukmin itu cemburu. Dan cemburu Allah adalah jika seorang mukmin melakukan sesuatu yang diharamkan kepadanya.” (Muttafaq ‘Alaih)

Dan sebagai sudaramu seiman, dengan ini saya sampaikan kepadamu, Ukhty saya cemburu………

SHALIHA...


Bagaimanalah gambaran pribadi seorang muslimah yang benar-benar shalihah? Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi telah menuliskan beberapa sifat, karakter dan kepribadian seorang muslimah yang shalihah secara utuh, sebagaimana yang diajarkan oleh Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Tidak hanya shalihah kepada Rabb-nya, akan tetapi juga shalihah di tengah-tengah keluarganya, rumah tangganya dan masyarakatnya. Berikut ini ringkasan dari apa yang beliau tulis.
WANITA MUSLIMAH TERHADAP RABB-NYA

1. Mukminah yang sadar akan jati dirinya
2. Senantiasa mengabdi kepada Rabb-nya
3. Menegakkan sholat lima waktu
4. Terkadang mengikuti sholat jamaah di Masjid
5. Menghadiri sholat ‘iid
6. Melakukan sholat sunnah rawatib dan sholat-sholat sunnah yang lainnya
7. Membaguskan sholatnya
8. Menunaikan zakat atas hartanya
9. Berpuasa di bulan Ramadhan dan melakukan Qiyam Ramadhan
10. Berpuasa sunnah
11. Menunaikan ibadah haji ke Baitullah
12. Melakukan umrah
13. Senantiasa menaati perintah Rabb-nya
14. Tidak berkhalwat dengan laki-laki asing
15. Iltizam berhijab secara syar’i
16. Menjauhkan diri sepenuhnya dari ikhtilath
17. Tidak berjabat tangan dengan laki-laki yang bukan mahramnya
18. Tidak melakukan perjalanan jauh kecuali dengan ditemani suami atau mahramnya
19. Senantiasa ridha terhadap qadha’ dan qadar Allah
20. Suka bertaubat kepada Allah
21. Memiliki rasa tanggung jawab terhadap anggota keluarganya
22. Orientasinya hanyalah ridha Allah Ta’ala
23. Benar-benar menghayati dan mengamalkan makna ibadah kepada Allah
24. Beraktivitas dalam rangka menolong agama Allah
25. Komitmen terhadap kepribadian yang islami dan ajaran Islam yang dianutnya
26. Loyalitasnya hanya kepada Allah
27. Melakukan kewajiban amar ma’ruf nahy munkar
28. Banyak membaca Al-Qur’an

WANITA MUSLIMAH TERHADAP DIRINYA SENDIRI

Aspek jismiyah-jasadiyah :

1. Seimbang dan pertengahan dalam makan dan minum
2. Rutin berolahraga
3. Bersih badan dan pakaiannya
4. Senantiasa menjaga kesehatan mulut dan giginya
5. Memperhatikan perawatan rambutnya
6. Memelihara keindahan tubuhnya
7. Tidak bertabarruj dan berlebih-lebihan dalam memakai perhiasan

Aspek aqliyah :

1. Senantiasa memelihara akalnya dengan ilmu
2. Apa saja yang hendaknya dipelajari dan ditekuni oleh wanita muslimah ?
3. Wanita muslimah rajin menuntut ilmu
4. Jauh dari khurafat
5. Tidak pernah berhenti membaca

Aspek ruhiyah :

1. Iltizam dalam beribadah dan men-tazkiyah jiwanya
2. Memilih teman-teman dekat yang shalihah dan gemar mengadakan atau menghadiri majelis-majelis iman
3. Banyak mengucapkan doa dan dzikir yang ma’tsur

WANITA MUSLIMAH TERHADAP KEDUA ORANG TUANYA

1. Berbakti kepada kedua orang tuanya
2. Menyadari kemampuan kedua orangtuanya dan mengetahui kewajibannya kepada mereka berdua
3. Senantiasa bersikap baik dengan kedua orang tuanya meskipun mereka tidak beragama Islam
4. Sangat takut untuk mendurhakai kedua orang tuanya
5. Berbakti kepada ibunya kemudian ayahnya
6. Membaguskan cara berbaktinya kepada kedua orang tuanya

WANITA MUSLIMAH TERHADAP SUAMINYA

1. Menikah sesuai aturan dan tuntunan Islam
2. Memilih suami yang baik
3. Taat dan berbakti kepada suaminya
4. Berbakti kepada ibu mertuanya dan memuliakan keluarga suaminya
5. Sayang kepada suaminya dan senantiasa berusaha membuatnya ridha
6. Tidak membocorkan rahasia suaminya
7. Setia di pihak suaminya dan berusaha selaras dengan pendirian dan gagasan suaminya
8. Mendorong suaminya untuk gemar berinfaq di jalan Allah
9. Membantu suaminya untuk taat kepada Allah
10. Senantiasa berusaha untuk menyenangkan suaminya
11. Berhias dan mempercantik diri untuk suaminya
12. Bersikap lembut dan pandai berterima kasih kepada suaminya
13. Menyertai suaminya dalam suka dan duka
14. Menundukkan pandangannya dari selain suaminya
15. Tidak menggambarkan wanita lain kepada suaminya sampai seolah-olah melihatnya
16. Membuat suaminya tenteram, nyaman, dan tenang
17. Pemaaf dan lapang dada
18. Berkepribadian kuat dan iltizam kepada agama sepanjang hayatnya
19. Berusaha menjadi isteri yang sukses

WANITA MUSLIMAH TERHADAP ANAK-ANAKNYA

1. Sangat bertanggung jawab atas anak-anaknya
2. Mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang sebaik-baiknya
3. Memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya
4. Memperlakukan sama dan adil antara anaknya yang laki-laki dan yang perempuan
5. Tidak mendoakan yang buruk atas anak-anaknya
6. Sangat memperhatikan segala hal yang bisa mempengaruhi kepribadian anak-anaknya
7. Mengajarkan akhlaq yang mulia kepada anak-anaknya

WANITA MUSLIMAH TERHADAP KERABAT-KERABATNYA

1. Wanita muslimah senantiasa memelihara tali silaturahim sesuai dengan tuntunan Islam
2. Tetap menyambung tali kekerabatan meskipun kerabatnya itu tidak beragama Islam
3. Memahami silaturahim dengan maknanya yang luas
4. Tetap menyambung tali silaturahim meskipun mendapat tanggapan yang sebaliknya

WANITA MUSLIMAH TERHADAP PARA TETANGGANYA

1. Wanita muslimah bersikap baik dan penyayang kepada tetangganya
2. Gemar memberikan nasihat yang baik kepada tetangganya sesuai dengan tuntunan Islam
3. Mencintai tetangganya sebagaimana mencintai dirinya sendiri
4. Senantiasa bersikap dan berbuat baik kepada tetangganya, sesuai dengan kemampuannya
5. Berbuat ihsan terhadap tetangganya meskipun ia tidak beragama Islam
6. Mengutamakan tetangganya yang lebih dekat
7. Berusaha menjadi tetangga yang baik bagi para tetangganya
8. Bersabar terhadap sikap buruk para tetangganya

WANITA MUSLIMAH TERHADAP SESAMA AKHOWAT DAN PARA SAHABATNYA

1. Mencintai para akhowat dan bersaudara dengan mereka karena Allah
2. Tidak memutuskan persaudaraan dengan para akhowat ataupun memboikotnya.
3. Pemaaf dan lapang dada terhadap mereka.
4. Bersikap rendah hati kepada mereka.
5. Suka memberi nasihat yang baik kepada mereka.
6. Bersikap dan berbuat baik kepada mereka.
7. Tidak memusuhi atau menyakiti mereka, dan juga tidak ingkar janji kepada mereka.
8. Memuliakan mereka.
9. Mendoakan mereka ketika tidak bersama-sama mereka.

WANITA MUSLIMAH TERHADAP MASYARAKATNYA

1. Berakhlaq baik.
2. Jujur dan tulus.
3. Tidak berdusta dan berkata-kata buruk.
4. Suka memberi nasihat yang baik.
5. Suka menunjukkan dan mengarahkan orang lain kepada kebaikan.
6. Tidak menipu atau berkhianat.
7. Menepati janji.
8. Menjauhi sifat nifaq.
9. Bersifat pemalu.
10. Pandai menjaga diri.
11. Tidak berbuat sesuatu yang sia-sia atau tidak bermanfaat.
12. Tidak suka mengobral kata dan membuka aib orang lain.
13. Jauh dari sifat riya’.
14. Bersifat dan bersikap adil.
15. Tidak suka berbuat zhalim.
16. Pemaaf dan lapang dada, termasuk terhadap orang yang tidak menyukainya.
17. Tidak gembira dengan penderitaan orang lain.
18. Tidak suka berprasangka buruk.
19. Menghindarkan lidahnya dari ghibah dan namimah.
20. Tidak suka mengolok-olok atau berkata-kata keji.
21. Bersikap baik dan sopan kepada orang lain.
22. Bersifat penyayang.
23. Beraktivitas yang bermanfaat bagi masyarakat.
24. Peka dan empatik terhadap orang yang hidupnya menderita atau berkekurangan.
25. Berjiwa mulia dan murah hati.
26. Tidak mencela ketika bersedekah atau memberikan sesuatu kepada orang lain.
27. Berjiwa lembut.
28. Suka bermudah-mudah dan tidak suka menyulitkan.
29. Tidak hasad.
30. Jauh dari sikap haus publisitas dan popularitas.
31. Jauh dari sikap berlebih-lebihan dan memaksakan diri.
32. Kepribadiannya disukai banyak orang.
33. Bisa menjaga rahasia.
34. Tawadhu’ (rendah hati).
35. Seimbang dan pertengahan dalam hal pakaian dan penampilannya.
36. Memiliki perhatian yang besar pada urusan kaum muslimin.
37. Memuliakan tamu.
38. Menundukkan perilaku dan kebiasaannya pada timbangan Islam.
39. Tidak memasuki rumah orang lain kecuali setelah mendapat ijin.
40. Tidak meninggalkan majelis kecuali sampai urusannya dengan majelis itu selesai.
41. Menghormati orang yang lebih tua dan orang-orang yang dimuliakan.
42. Tidak suka menyelidikkan pandangannya pada rumah orang lain.
43. Sebisa mungkin tidak menguap dalam majelis.
44. Menetapi adab islami ketika bersin.
45. Tidak menggunting dalam lipatan untuk mendapatkan kedudukan.
46. Memilih pekerjaan yang sesuai dengan kewanitaannya.
47. Tidak menyerupai kaum laki-laki.
48. Senantiasa mengajak kepada kebaikan.
49. Ber-amar ma’ruf nahy munkar.
50. Berdakwah dengan cara yang hikmah.
51. Bergaul dengan para wanita yang shalihah.
52. Berusaha mendamaikan kaum muslimat yang saling bermusuhan.
53. Bersabar atas perilaku para wanita yang kurang menyenangkan dirinya.
54. Pandai berterima kasih.
55. Mengunjungi yang sakit.
56. Tidak meratapi mayit.
57. Tidak mengiringi jenazah.

KOMITMEN

Komitmen adalah sesuatu yang membuat seorang suami menerima istrinya dengan segala kekurangan dan kelemahannya tanpa menghakimi. Bersyukur ketika istrinya tampil menawan, dan sama bersyukurnya ketika sang istri mengenakan daster dengan wajah berminyak tanpa make-up. Bersyukur ketika bentuk tubuh sang istri berubah setelah melahirkan, dan tetap mengecupnya sayang sambil bilang, “Kamu cantik.”

Komitmen adalah sesuatu yang membuat seorang suami tidak membongkar kelemahan istrinya pada orang lain. Sebaliknya, menutupi rapat-rapat setiap kekurangan itu dan dengan bangga bertutur bahwa sang istri adalah anugerah terindah yang pernah hadir dalam hidupnya.

Komitmen adalah sesuatu yang membuat seorang istri menunggui suaminya pulang hingga larut malam, membuatkan teh hangat dan makanan panas, dan tetap terbangun untuk menemani sang suami bersantap serta mendengarkan cerita-ceritanya yang membosankan di kantor.

Komitmen adalah sesuatu yang membuat seorang istri bertahan ketika suaminya jatuh sakit, dan dengan sukacita merawatnya setiap hari. Menghiburnya, menemaninya, menyuapinya, memandikannya, membersihkan kotorannya.

Komitmen adalah sesuatu yang membuat seorang istri terus mendampingi suaminya tanpa mengeluh atau mengomel. Sebaliknya, dengan setia tetap mendukung dan menyemangati meski sang suami pulang ke rumah dengan tangan kosong, tanpa sepeser uang pun.

Komitmen adalah sesuatu yang membuat sepasang suami istri memutuskan untuk terus mengikatkan diri dalam pernikahan, dengan tulus dan sukacita, meskipun salah satu dari mereka tidak bisa memberikan anak.

Komitmen adalah sesuatu yang membuat seseorang yang bergelar S3 dengan jabatan direktur perusahaan multinasional pulang ke rumah orangtuanya, mencium mereka dengan hormat, serta memanggil mereka ‘Ayah’ dan ‘Ibu’.

Komitmen adalah sesuatu yang membuat seorang Ayah menerima kembali anaknya yang telah menyakiti dan meninggalkannya begitu rupa dengan tangan terbuka, memeluknya dan melupakan semua kesalahan yang pernah dilakukan si anak terhadapnya.

Komitmen adalah sesuatu yang membuat seorang Ibu mengelus sayang anak yang pernah mencacinya, dan tetap mencintainya tanpa syarat.

Komitmen adalah sesuatu yang membuat seseorang mengulurkan tangan kepada sahabatnya yang terjerembab, menariknya berdiri dan membantunya berjalan tanpa mengatakan, “Tuh, apa kubilang! Makanya…”

Komitmen adalah sesuatu yang membuat seorang pekerja menyelesaikan tanggung jawabnya dengan baik, sekalipun tugas itu amat berat dan upah yang diperoleh tidak sepadan.

Komitmen adalah sesuatu yang membuat seseorang membulatkan hati dan tekad demi mencapai sebuah tujuan, sekalipun ia belum dapat mengetahui hasil akhir dari tujuan tersebut. Berjerih payah dan berkorban demi menyelesaikan tujuannya, sekalipun semua orang meninggalkannya.

Komitmen adalah sesuatu yang membuat seseorang rela meninggalkan segala sesuatu yang berharga demi memenuhi panggilan hidupnya, walau harga yang harus dibayar tidak sedikit dan medan yang ditempuh tidak ringan.

Komitmen adalah sesuatu yang membuat seseorang memikul resiko dan konsekuensi dari keputusannya tanpa mengeluh, dan menjalaninya dengan penuh rasa syukur sebagai bagian dari kehidupan yang terus berproses.

Komitmen adalah sesuatu yang membuat seseorang berani setia dan percaya, meski harapannya tidak kunjung terpenuhi dan tidak ada yang dapat dijadikan jaminan olehnya.

Komitmen adalah sesuatu yang melampaui segala bentuk perbedaan, perselisihan dan pertengkaran. Ia tidak dapat dihancurkan oleh kekurangan, kelemahan maupun keterbatasan lahiriah… karena ketika kita berani mengikatkan diri dalam sebuah komitmen, kita telah ‘mati’ terhadap kepentingan diri sendiri.